Sabtu, 20 Juni 2020

Bukan Bisa Baca, Ini Syarat Anak Siap Jadi Siswa SD




Untung saya telah mendaftar sang adek ke SD tahun kemarin. Jika tempo hari dia mengulang-ulang TK serta saat ini akan masuk SD, pasti orangtuanya bimbang dikarenakan epidemi. Seperti orang-tua lain yang anaknya seusia dengan anakku.

Saya tidak termasuk juga orang-tua yang cepat-cepat masukkan anak ke SD dengan fakta bisa membaca. Atau orang-tua yang ingin anaknya cepat sekolah, segera tamat, cepat bisa kerja, cepat menikah. Tetapi lama mati. Nakal.

Justru anak keduaku ini belum dapat membaca saat masuk SD. Tetapi di TK, gurunya katakan dia sangat siap jadi siswa SD. Dia memahami perintah, telah pahami bentuk, dapat mengurus emosi, dst.

Kakaknya lain lagi. Waktu umurnya masih 2 tahunan, dia telah masuk play grup. "Belajar" versus sekolah ini pasti cuma belajar bersahabat, sampaikan perasaan serta inspirasi, dan pekerjaan membahagiakan yang lain.

Untuk anak sulung dia tidak punyai rekan. Dibanding diberikan pada orang-tua (nenek mereka dari mak atau bapaknya) yang condong permisif, lebih bagus dibawa sekolah. Telah kupastikan, disana tidak ada pelajaran membaca atau pekerjaan lain yang memberatkan anak.

Di sekolah dia bermain pasir, memanjat ban, melalui jembatan, dan lain-lain. Jika bisa, kemungkinan ingin ia bermalam di sekolah dengan sarana outbond ramah anak, serta guru yang lembut tetapi tegas.

Saat masuk tahun ajaran baru, umur sang kakak baru 5 tahun 10 bulan. Dia bisa membaca. Saya tidak sempat mengajari beberapa anak membaca, ditambah lagi sampai membidik. Yang perlu mereka diperkenalkan pada buku. Sebab jika sebatas dapat membaca, lalu apa?

Salah satunya karena anak susah pahami perintah berbentuk teks (serta terkadang dalam bahasa lisan), ialah begitu awal di ajarkan membaca. Mereka dapat, tetapi tidak memahami apakah yang dibaca. Walau sebenarnya arah membaca ialah pahami.

Sang kakak mengulang-ulang TK B untuk tahun ke-2. Keseluruhan 4 tahun dia sekolah di PAUD, telah seperti kuliah! Bukan sedang menghambur-hamburkan uang, tetapi semuanya berdasar laporan guru serta psikolog yang mengeceknya.

Hasil tes psikologi memperlihatkan sang kakak superior, tetapi EQ-nya masih di bawah normal. Berarti anakku belum masak emosionalnya menjadi siswa SD. IQ itu kekuatan kepandaian. Yang mempunyai potensi belum pasti tentu, cuma berkesempatan jadi.

Pengertian Main Sabung Ayam Online

Saat guru sampaikan materi, sang kakak justru jalanan keliling kelas. Serta sempat, guru menelusurinya sampai ke kantor, rupanya dia tengah bercakap dengan tukang bangunan yang sedang mengecat tembok.

Pelajaran SD yang semakin "serius" dari TK akan membuat psikisnya tertekan. Karena itu kutunda masukkan sang kakak ke SD.

Psikolog membekaliku dengan cara-cara untuk mengetes apa seorang anak siap jadi siswa SD. Saya tidak demikian ingat penuturannya, tetapi demikian salah satunya kutes pada beberapa anak. hasilnya memang beda.

Sang kakak tidak berhasil pada umur 5 tahunan, hingga dia kudaftarkan ke SD di umur 6 tahun 10 bulan. Serta umur ini sebetulnya belum cukup. Tetapi kenyataannya, sang kakak justru jadi yang paling tua di kelas, semenjak pertama-tama masuk SD sampai saat ini.

Tidak sama dengan kakaknya, sang adik langsung lulus serta siap jadi siswa SD pada umur 5 tahun 10 bulan. Yap, mereka lahir di bulan yang sama. Serta berikut tes yang kulakukan untuk mengetes persiapan beberapa anak:

1. Meminta anak berjalan maju langkah-langkah, lalu mundur di jalan yang sama. Bila anak melihat, berarti otak anak belum dapat merekam secara baik apakah yang barusan dilewatinya. Ini terkait dengan bagaimana dia terima pelajaran di SD kelak.

2. Buat lingkaran pada dinding, meminta anak melempar sasaran dari lingkaran itu dengan bola kecil. Pertama, melihat hasil sasarannya. Kemungkinan tidak pas, tetapi bila meleset jauh, bermakna dia belum siap.

Ke-2, melihat langkah melemparnya. Anak siap SD melempar dengan mengusung lengan. Bila anak melempar dengan mengayun, bermakna dia belum siap. Ke-3, melihat tenaganya. Siswa SD semestinya semakin kuat dari murid TK.

3. Meminta anak berdiri, lalu mengusung salah satunya kakinya. Bila tidak oleng, suruh tukar kaki. Berganti-gantian dalam interval yang sesuai. Menurut psikolog di sekolah anakku dahulu, anak siap SD harus mantap lakukan ini. Tidak jatuh, serta tidak oleng.

Faktanya? Nah itu, saya lupa. Ingat, yang membuat artikel ini cuma emak-emak biasa. Tanyakanlah langsung pada psikolog di kota Anda. Sambil menanti info, kapan kita dapat antar anak sekolah lagi.
Share:
Lokasi: Indonesia

Copyright © Edukasi | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com